Jumat, 23 Januari 2015

Green Living di sekolah

Green living atau Hidup Hijau ( Bukan berarti kita mengecat badan kita menjadi Hijau :v ) berarti menjaga lingkungan ini agar tetap asri dengan menggunakan teknologi atau budaya yang ramah lingkungan. Hal seperti ini juga bisa kita terapkan di sekolah kita, seperti :

-Memisahkan sampah Organik dan Anorganik.
Supaya pemilahan sampah menjadi mudah, dan daur ulangnya juga mudah, sampah organik dan anorganik perlu dipisahkan. Biasanya banyak sampah Anorganik yang masih memiliki nilai guna yang baik dan oleh tangan-tangan kreatif dapat dikreasikan menjadi berbagai macam benda yang bernilai ekonomis.
-Mengadakan lomba kebersihan kelas tiap minggu.

Program ini juga dapat memotivasi siswa untuk terus menjaga kebersihan kelasnya setiap hari. Yang mendapat juara akan mendapatkan hadiah menarik, dan yang kalah akan dipermalukan seharian penuh. Cara ini cukup ampuh membuat siswa kapok untuk tidak menjaga lingkungan kelas dengan baik. Sehingga secara perlahan rata-rata kebersihan kelas akan meningkat.
-Membuat beberapa program penanaman tanaman di sekolah.

Mungkin banyak siswa yang kurang suka dengan program ini, kalau saat hari libur. Tapi saat hari biasa ? Dijamin siswa akan antusias. Tidak perlu banyak-banyak, gunakan saja pepatah "Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit". 
-Ajak siswa berkarya.


Di setiap sekolah pasti ada satu-dua siswa yang berbakat dalam bidang seni/ kreatif. Berilah kesempatan untuk mereka berkarya dengan sampah yang bisa didaur ulang. Bisa juga kita memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk berkarya, makin banyak barang daur ulang yang dibuat, makin banyak sampah yang dapat dikurangi.
-Menyelipkan program selamatkan lingkungan di sekolah. 
Salah satunya seperti yang di atas tadi, lomba kebersihan kelas. Bisa juga dengan mencanangkan satu hari tanpa sampah plastik. Disini sekolah bisa mengharuskan siswa untuk membawa bekal ke sekolah untuk meminimalisir sampah plastik yang dihasilkan di sekolah. Atau dengan menempelkan slogan dan poster tentang lingkungan, dan sosialisasi pembuatan pupuk kompos. Sosialisasi ini juga bisa dilakukan dalam pelajaran, terutama pelajaran IPA.!


Senin, 19 Januari 2015

green life style

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Secara aktif Perempuan dapat dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan sampah rumah tangga dengan cara memisahkan sampah rumah tangga berdasarkan jenisnya. Sampah dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu sampah organik dan nonorganik. Sampah organik adalah sampah yang mudah diuraikan oleh alam (proses penguraiannya memerlukan waktu singkat). Contohnya adalah sisa makanan dan sayuran. Sampah nonorganik adalah sampah yang sulit teruraikan oleh alam (proses penguraiannya memerlukan waktu lama). Contoh sampah nonorganik adalah plastik. Penanganan yang paling sesuai bagi sampah nonorganik adalah daur ulang (recycle) dan pemakaian ulang (reuse) Produk Rumah Tangga Ramah Lingkungan Perempuan memiliki peran dengan menentukan produk rumah tangga yang ramah lingkungan. Untuk memilih produk rumah tangga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, memilih produk pembersih yang menggunakan bahan aktif biodegradable. Bahan ini termasuk dalam kategori ramah lingkungan karena dapat terurai oleh pengolah limbah dan proses alamiah. Kedua, menghindari produk yang mengandung merkuri. Merkuri merupakan logam berbahaya yang sering ditambahkan dalam beberapa produk, seperti kosmetik, cat, dan baterai.Selain memilih produk rumah tangga ramah lingkungan, kepedulian perempuan dalam mengelola lingkungan juga dapat dilakukan dengan memilih alat-alat rumah tangga yang ramah lingkungan. Dalam memilih peralatan rumah tangga, utamakan untuk produk yang hemat energi. Sebaiknya, pilih juga alat pendingin (AC, kulkas) non-CFC karena bahan tersebut berpotensi merusak ozon. Pendidik Lingkungan Seorang perempuan atau ibu merupakan media edukasi pertama bagi anak-anak. Melalui ibu, pendidikan dan penyadaran mengenai kepedulian terhadap lingkungan dapat ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Dari penerapan pola pengelolaan sampah dan pemilihan produk yang ramah lingkungan yang dilakukan dalam sebuah keluarga, anak akan ikut terbiasa dalam menjaga lingkunganya. Dan jika nantinya kebiasaan dan kesadaran ini mengakar dalam diri anak-anak, maka pada masa depan akan terbentuk generasi yang peduli pada lingkungan.

Minggu, 18 Januari 2015

Indonesia Hijau !


Indonesia adalah salah satu negara yang memliki keanekaragaman hayati terkaya didunia. Tetapi juga merupakan salah satu negara yang rentan terhadap persoalan lingkungan hidup seperti halnya perubahan iklim. Dampak perubahan iklim sangat nyata dirasakan, beberapa kejadian yang menimpa Indonesia, seperti banjir, tanah longsor, pencemaran, penurunan kualitas sumber daya lahan dan air, penurunan produksi serta ancaman terhadap sektor pertanian dan ketahanan pangan.
Terhadap masalah-masalah lingkungan diatas, faktor penyebab yang paling signifikan adalah lahir dan disebabkan oleh faktor manusia dibandingkan dengan faktor alam itu sendiri. Manusia dengan berbagai dimensinya, terutama dengan faktor mobilitas pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala perkembangan aspek-aspek kebudayaannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup.
Dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan meningkatkan perhatian pemerintah diberbagai negara dalam mengatasi masalah lingkungan. Oxfam, Eastern Indonesia Climate Adaptation Network yang merupakan konfederasi Internasional dari tujuh belas organisasi yang bekerja bersama di 92 negara sebagai bagian dari sebuah gerakan global untuk perubahan, membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan, mengadakan sebuah kompetisi penulisan blog. Melalui kompetisi yang diselenggarakan oleh  Oxfam tersebut, saya sangat tertarik untuk mengikutinya dengan tujuan bersama-sama untuk berkontribusi dan menyampaikan sebuah gagasan untuk mengatasi permasalahan lingkungan.

Konsep Budaya Hijau (Green Culture)
Manusia dan lingkungan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, keduanya sama-sama memberikan sumbangsih. Manusia membutuhkan lingkungan untuk hidup dan berperilaku, sedangkan tanpa manusia lingkungan juga tidak akan pernah ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antar manusia dengan lingkungannya merupakan suatu jalinan transactional interdependency atau terjadinya ketergantungan satu sama lain, (Soesilo, 1989). Manusia adalah pemilik kekuasaan penuh untuk mengendalikan kualitas lingkungan. Sayangnya kekuasaan ini sering kali disalahgunakan sehingga membawa dampak negatif bagi lingkungan. Oleh karena itu, sangat pnting untuk segera merubah perilaku masyarakat menjadi sebuah kebiasaan yang dapat selalu menjaga lingkungannya.
Guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan, maka gagasan yang dapat menjadi solusi untuk segera diimplementasikan adalah pendekatan berdasarkan konsep budaya hijau (green culture). Budaya hijau (green culture) adalah refleksi budaya masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan merupakan sebuah konsep yang memadukan isu sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dapat memberikan pengertian yang mudah terhadap pentingnya penghargaan terhadap nilai-nilai dan pengetahuan lokal untuk menyelamatkan masa depan lingkungan hidup.
Secara teoritis, konsep budaya hijau (green culture) meliputi asumsi-asumsi dan perilaku masyarakat untuk menjaga lingkungan hidup. Apalagi masyarakat majemuk seperti di Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras dan agama tentu akan memiliki budaya yang beraneka ragam. Semuanya itu akan memperkaya khasanah budaya dalam menyikapi persoalan lingkungan hidup, baik di lingkungan kelompok masyarakatnya maupun berpengaruh secara nasional. Karena faktor kompleksitas budaya masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan hidup.
Konsep budaya hijau (green culture) dapat memberikan penilaian yang setara terhadap masalah-masalah yang sebelumnya dianggap marginal. Seperti dalam konteks pencemaran lingkungan hidup sebagai akibat perilaku masyarakat perkotaan terkait sampah dan limbah, melalui cara pandang berbasis kajian budaya hijau (green culture) dapat dilakukan dekonstruksi terhadap cara pandang masyarakat terhadap sampah dan limbah. Pada pengertian lama, sampah dan limbah dianggap sebagai sesuatu yang tidak berguna, kotor, dan harus dihindarkan. Namun, sesuai dengan realitas yang ada, muncul pengetahuan baru yang menempatkan sampah dan limbah sebagai sesuatu yang penting, dan harus dihargai secara pantas karena memiliki nilai ekonomi dengan mengubahnya menjadi pupuk, sumber energi, atau materi yang berguna lainnya. Refleksi ini memungkinkan masyarakat menerima dengan baik program-program pengendalian kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.
Pada tataran kebijakan pemerintah, konsep budaya hijau(green culture) berusaha mengekplorasi hubungan antara bentuk-bentuk kekuasaan dan kebudayaan masyarakat untuk dapat melestarikan lingkungan hidup. Maka, hal ini secara mudah akan dapat menjelaskan pentingnya keberpihakan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terhadap upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup melalui perencanaan pembangunan yang membela kepentingan lingkungan hidup.
Dalam menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berbudaya hijau (green culture), maka terlebih dahulu yang harus dikedepankan adalah menanamkan kesadaran masyarakat yang bersifat autonomous, yaitu kepatuhan untuk melestarikan lingkungan hidup yang didasari oleh kesadaran pribadi yang ada pada diri seseorang. Dengan kesadaran pribadi, maka kepatuhan seseorang untuk menjaga lingkungan hidup merupakan suatu keniscayaan untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, tipe kesadaran autonomous juga akan merangsang perilaku seseorang untuk menjaga lingkungan hidup melalui tindakan aktif. Untuk mempertahankan keberlangsungannya, maka kesadaran ini tidak memerlukan upaya paksaan karena kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup telah melekat dalam objektivitasnya sebagai manusia.
Selanjunya, langkah-langkah strategis untuk mengimplementasikannya kesadaran berbudaya hijau (green culture) di masyarakat, maka harus diawali dengan sosialisai yang lebih mendalam dan terarah terhadap  masyarakat mengenai pentingnya lingkungan hidup bagi kehidupan, dengan sosialisasi maka akan semakin banyak masyarakat yang mengerti akan pentingnya lingkungan hidup yang layak, budaya masyarakat kita sedikit demi sedikit akan berubah menjadi lebih baik dan kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup masyarakat Indonesia akan lebih meningkat.
















Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More